Minggu, 31 Juli 2011

DIABETES MELITUS (SARAH FLOWER'S)

DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat.
Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.
Pada saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.

PENYEBAB
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.

Pembentukan insulin

Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin.
Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik.
Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.
Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.
Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/I>, 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.

# Penyebab diabetes lainnya adalah: Kadar kortikosteroid yang tinggi
# Kehamilan (diabetes gestasional)
# Obat-obatan
# Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

GEJALA
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi.
Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih.
Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).

Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga.
Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.

Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.
Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton.
Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.

Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.


KOMPLIKASI

Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.
Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi yang jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit dan memperlambat penyembuhan luka.

Karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang yang serius.
Yang lebih sering terjadi adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan (retinopati diabetikum.
Kelainan fungsi ginjal menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa.

Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk.
Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah.
Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu.
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat.
Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.


Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg terkena Yg terjadi Komplikasi
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, tungkai & penis.
Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran Sirkulasi yg jelek menyebabkan penyembuhan luka yg jelek & bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, gangren kaki & tangan, impoten & infeksi
Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina Gangguan penglihatan & pada akhirnya bisa terjadi kebutaan
# Ginjal Penebalan pembuluh darah ginjal
# Protein bocor ke dalam air kemih
# Darah tidak disaring secara normal
Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal
# Saraf Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran darah berkurang Kelemahan tungkai yg terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan
# Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan & kaki
# Kerusakan saraf menahun
# Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan Tekanan darah yg naik-turun Kesulitan menelan & perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare
# Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit & hilangnya rasa yg menyebabkan cedera berulang Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)
# Penyembuhan luka yg jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih & kulit
# Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara normal sehingga jaringan menebal atau berkontraksi Sindroma terowongan karpal Kontraktur Dupuytren


DIAGNOSA
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejala- gejalanya (polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi.

Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan.
Pada usia diatas 65 tahun, paling baik jika pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa karena setelah makan, usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.

Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa. Lalu penderita meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.

PENGOBATAN
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal.
Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang adalah semakin berkurang.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet.
Seseorang yang obesitas yang menderita diabetes tipe II tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Tetapi kebanyakan penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik per-oral.

Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur.
Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi. Mereka juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki dan kukunya harus dipotong secara teratur.
Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.


Terapi sulih insulin

Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti.
Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3. Insulin kerja lama.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.

# Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada: Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
# Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan dosisnya
# Aktivitas harian penderita
# Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
# Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam.
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya.
Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti.
Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan.
Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk).
Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin.
Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.


Obat-obat hipoglikemik per-oral

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid.
Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri.
Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan olah raga gagal menurunkan kadar gula darah secara adekuat.
Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian.
Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.


Pemantauan pengobatan

Pemantauan kadar gula darah merupakan bagian yang penting dari pengobatan diabetes.
Adanya glukosa bisa diketahui dari air kemih; tetap pemerisaan air kemih bukan merupakan cara yang baik untuk memantau pengobatan atau menyesuaikan dosis pengobatan.
Saat ini kadar gula darah dapat diukur sendiri dengan mudah oleh penderita di rumah.

Penderita diabetes harus mencatat kadar gula darah mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat hipoglikemiknya dapat disesuaikan.


Mengatasi komplikasi

Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah sehingga terjadi hipoglikemia.
Hipoglikemia juga bisa terjadi jika penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan.

Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak.
Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.

Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap.
Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. Karena itu penderita diabetes harus selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya.
Penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:
# Rasa lapar yang timbul secara tiba-tiba
# Sakit kepala
# Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba
# Badan gemetaran
# Berkeringat
# Bingung
# Penurunan kesadaran, koma.

Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi koma dan kematian.

Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif.
Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan.

Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya disesuaikan.
Kadar glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan.
Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar gula darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan keseimbangan asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.

Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum.
Diberikan cairan dan elektrolit pengganti.
Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan keasaman darahnya tidak terlalu berat.

Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif.
Retinopati diabetik dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya penglihatan.

DIABETES MELITUS (SARAH FLOWER'S)

Diabetes Melitus atau kerap disebut kencing manis dapat diartikan terdapatnya glukosa dalam air kencing seseorang. Hal itu terjadi karena glukosa dalam darah tidak dapat dicerna tubuh, karena tubuh kekurangan insulin.Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Apabila tidak dilakukan penanganan secara cermat, dampak dari penyakit tersebut dapat menyebabkan berbagai komplikasi penyakit serius lainnya, di antaranya, jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, dan kerusakan system syaraf.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita Diabetes Mellitusnya terbanyak setelah India, China, Uni Sovyet, Jepang, dan Brasil. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta dengan peningkatan sebanyak 230.000 pasien diabetes pertahunnya, sehingga pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita.

Untuk diketahui, terdapat dua tipe Diabetes, yaitu, Diabetes Tipe I (IDDM/ tergantung insulin) dan Diabetes Tipe II (NIDDM/ tidak tergantung insulin)

Gejala - Gejala Diabetes

Gejala diabetes tipe I muncul secara tiba-tiba pada saat usia anak-anak (di bawah 20 tahun), sebagai akibat dari adanya kelainan genetika, sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin dengan baik.

Antara lain :
- Berat badan menurun
- Kelelahan
- Penglihatan kabur
- Sering buang air kecil
- Terus menerus lapar dan haus
- Meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni

Gejala-gejala diabetes tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaannya sama seperti gejala diabetes tipe I.

Penyebab Diabetes

Saat ini, faktor utama munculnya penyakit diabetes berkaitan langsung dengan pola hidup masyarakat. Konsumsi makanan yang tidak seimbang serta kurangnya aktivitas fisik dapat memicu timbulnya penyakit kencing manis.

Disamping itu, adanya stress, kelainan genetika, usia yang semakin lama semakin tua dapat pula menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit diabetes.

Pencegahan Diabetes

Penyakit ini dapat dicegah dengan merubah pola makan yang seimbang. Kurangi makanan yang banyak mengandung protein, lemak, gula, dan garam. Perbanyak melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari. Diantaranya, berenang, bersepeda, jogging, jalan cepat, serta rajin memeriksakan kadar gula urine setiap tahun.

Cara Mengatasi Diabetes

Kalau sudah positif diabetes, maka sebaiknya konsultasikan dengan dokter dan ikuti anjuran dokter dengan penuh disiplin. Selain itu, perlu melakukan diet, karena diet merupakan langkah awal dari usaha untuk mengendalikan diabetes. Namun, sebaiknya ketika melakukan diet, perlu juga dibarengi dengan olah raga secara teratur. Tidak kalah pentingnya, lakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar gula diabetes, yang merupakan suatu gangguan kelainan kadar gula darah karena rusaknya sel beta pancreas, sehingga perlu dikontrol dengan cermat.

HEPATITIS A-E,MANA YANG BERBAHAYA BAGI JANIN,,,,,?????(SARAH FLOWER'S)

SARAH FLOWER'S

Ibu mana yang tidak senang akan memiliki sang buah hati? Hampir semua ibu yang ada di dunia pastilah senang akan kehadiran buah hatinya dan itu dibuktikan melalui penantian yang amat panjang, yaitu kira-kira selama 9 bulan lebih lamanya membawa perut besar yang berisi sang buah hati di dalamnya. Para ibu rela menunggu dengan sabar dan bersusah payah menjaga sang buah hatinya selama itu. Sungguhlah perjuangan yang amat berat. Akan tetapi, dibalik usahanya yang keras, para ibu hamil sangatlah rentan terkena penyakit. Banyak hal bisa mengganggu kondisi ibu hamil. Berbagai penyakit bisa datang dalam kondisi tersebut. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah infeksi hepatitis.

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus adalah sama dengan wanita tidak hamil pada usia yang sama. Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa di negara sedang berkembang, wanita hamil lebih mudah terkena hepatitis virus. Hal ini erat hubungannya dengan keadaan nutrisi dan higiene sanitasi yang kurang baik. Jadi, tetap jagalah kebutuhan nutrisi dan hygiene diri Anda sebelum dan selama kehamilan. Hepatitis virus dapat timbul pada ketiga trimester kehamilan dengan angka kejadian yang sama, tetapi Siegler dan Keyser (para peneliti) mendapatkan angka 9.5% hepatitis virus terjadi pada trimester I, 32% terjadi pada trimester II, dan 58,5% terjadi pada trimester III. Gambaran klinik, laboratorium, dan histopatologi adalah sama dengan penyakit hepatitis virus pada orang tidak hamil.

Hepatitis adalah hati (hepar) yang terkena infeksi sehingga terjadi inflamasi/peradangan (-itis). Hepatitis dapat disebabkan oleh alkohol, obat-obatan, penyakit autoimun, penyakit metabolik dan virus. Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati dan merupakan penyebab ikterus yang tersering pada kehamilan yang tercatat lebih dari 40% kasus. Hampir semua kasus hepatitis akut disebabkan oleh salah satu dari 5 jenis virus, yaitu : virus hepatitis A, B, C, D, E. Jenis virus lain yang ditularkan pascatransfusi seperti virus hepatitis G telah dapat diidentifikasi, namun tidak diketahui apakah berbahaya bagi manusia atau tidak. Hepatitis A, B, C dan D tampaknya tidak mempunyai efek buruk pada kehamilan pada wanita dengan gizi dan perawatan medik yang baik. Berbeda dengan hepatitis E yang sering berisiko tinggi terhadap kematian maternal. Secara normal, kehamilan tidak mempengaruhi perjalanan penyakit hepatitis, kecuali pada wanita hamil yang menderita hepatitis E.

Hepatitis A

Virus hepatitis A (HVA) ditularkan melalui fekal-oral/makanan dan minuman yang terkontaminasi. Secara kasar, penyakit ini terjadi pada 1:1000 ibu hamil di seluruh dunia. Memang sangat sedikit bila dibandingkan dengan 1000 orang ibu hamil, tetapi tetap saja perlu diwaspadai. Kematian terjadi kurang dari 1% dari pasien dengan hepatitis A akut. Biasanya perjalanan penyakit berlangsung 2-3 minggu. Tidak terdapat bentuk kronis (menderita sakit yang berkepanjangan) dari hepatitis A dan penyembuhan tergantung pada imunitas untuk mencegah terjadinya reinfeksi.

Gejala:

Setelah 2-6 minggu terpapar, timbul flu-like syndrome, yaitu cepat lelah, demam, anoreksia (tidak nafsu makan), artralgia (nyeri pada sendi) dan sakit kepala. Saat ini merupakan saat yang paling menular. Kemudian diikuti ikterus (kuning) yang terlihat paling mudah pada sklera (bagian putih mata) dan kulit, air seni berwarna gelap, BAB (buang air besar) cair dan nyeri pada perut kanan atas. Pada penyakit yang berat, didapatkan mulut yang berbau khas. Penyakit ini bersifat self-limited (dapat sembuh sendiri).

Terapi/pengobatan:

Hanya perlu diberi terapi simptomatis (obat-obatan yang hanya untuk mengurangi keluhan), seperti mencegah dehidrasi, istirahat yang cukup, dan pemberian nutrisi yang adekuat. Biasanya akan sembuh dalam 1-2 bulan. Atau pada wanita hamil yang telah terpapar infeksi dapat diberikan imunisasi, yaitu imuno-?-globulin (dengan dosis 0,02 mg/kgBB). Terapi ini hanya efektif jika diberikan dalam waktu 2 minggu. Vaksinasi hepatitis A dapat diberikan bersamaan dengan imuno-?-globulin. Dengan vaksinasi akan melindungi kadar antibodi dalam 10-14 hari. Telah dilaporkan bahwa efektivitas vaksinasi lebih dari 90%.

Bila antibodi IgM (suatu protein tubuh yang muncul pada saat tubuh terpapar infeksi kuman, yang berguna untuk pertahanan tubuh) ada pada ibu saat trimester ketiga, pengobatan pada bayi baru tidak perlu diberikan. Bagaimanapun, jika antigen (suatu zat yang menstimulasi pembentukan antibodi) hepatitis A terdapat pada kotoran pada saat kelahiran bayi atau ketika penyakit terjadi 2-3 minggu terakhir kehamilan/sebelum melahirkan, bayi yang baru lahir harus mendapatkan terapi immunoglobulin karena bisa tertular dari ibu dan vaksinasi hepatitis A harus diberikan pada umur 1 tahun.

Kehamilan dengan hepatitis A tidak menyebabkan peningkatan angka kematian ibu karena tidak ada bukti yang menyatakan bahwa hepatitis A merupakan agen teratogenik/keganasan dan risiko dari transmisi vertikal (dari ibu ke janin) sangat rendah. Jika bayi baru lahir terpapar, infeksi biasanya ringan dan mereka akan mempunyai kekebalan seumur hidup. Hal yang perlu diperhatikan adalah sangat penting untuk mengisolasi wanita hamil yang terinfeksi untuk menghindari penularan ke orang lain.

Hepatitis B

Virus hepatitis B (HBV) ditularkan melalui hubungan seksual, penggunaan obat jarum suntik yang terkontaminasi, akupuntur, tato dan transfusi darah. Penyakit ini dapat terjadi dalam bentuk akut, subklinis dan kronik. Gejala hepatitis B amat bervariasi, dari tanpa gejala sampai gejala yang berat, seperti muntah darah dan koma. Hepatitis B akut mempuyai gejala klinis yang hampir sama dengan hepatitis A akut. HBV ditemukan pada darah, cairan semen, air liur, air susu ibu, dan cairan ketuban. Infeksi hepatitis B yang didapatkan pada masa menjelang kelahiran dan balita biasanya asimptomatik (tanpa gejala) dan dapat menjadi kronik pada 90% kasus. Sekitar 30% infeksi hepatitis B pada orang dewasa adalah simptomatik (jelas gejalanya) dimana kurang dari 1% kasus dapat menjadi gagal hati akut dan mati dan 95% kasus lainnya akan sembuh dengan antibodi ada untuk seumur hidup.

Pengaruh hepatitis B terhadap janin:

Resiko keseluruhan dari infeksi janin kira-kira 75% jika ibu terinfeksi pada trimester ketiga atau masa nifas (masa sesudah melahirkan) dan resiko ini jauh lebih rendah (5-10%) jika ibu terinfeksi pada awal kehamilan. Sebagian besar infeksi pada bayi baru lahir kemungkinan terjadi saat persalinan dan kelahiran atau melalui kontak ibu bayi. Sebagian kecil lainnya dapat secara transplasental (melalui plasenta).

Walaupun sebagian besar bayi menunjukkan tanda infeksi ikterus/kuning ringan, akan tetapi bayi-bayi tersebut cenderung menjadi carrier/pembawa virus tapi tidak menunjukkan gejala. Status carrier ini dapat menjadi sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler/tumor hati, yang mempunyai risiko kematian sebesar 15% – 25%.

Infeksi HBV bukan merupakan agen teratogenik/keganasan. Bagaimanapun, terdapat insidens/kejadian berat bayi lahir rendah pada ibu yang menderita infeksi akut selama hamil. Pada satu penelitian hepatitis akut maternal (tipe B atau non-B) didapatkan bahwa hepatitis tidak mempengaruhi insidens/kejadian dari malformasi kongenital (lahir cacat), lahir mati, abortus, atau malnutrisi intrauterin. Tetapi, hepatitis akut dapat menyebabkan peningkatan insidens prematuritas.

Penanganan:

1. Antepartum/sebelum melahirkan

* Mendapat kombinasi antibodi pasif (immunoglobulin) dan imunisasi aktif vaksin hepatitis B
* Tidak minum alkohol
* Menghindari obat-obatan yang hepatotoksik seperti asetaminofen yang dapat memperburuk kerusakan hati
* Tidak mendonor darah, bagian tubuh dan jaringan
* Tidak menggunakan alat pribadi yang dapat berdarah dengan orang lain misalnya sikat gigi dan pisau cukur
* Menginformasikan pada Dokter Anak, Kandungan Kebidanan dan perawat bahwa mereka carrier hepatitis B
* Memastikan bahwa bayi mereka mendapat vaksin hepatitis B waktu lahir, umur 1 bulan, dan 6 bulan
* Kontrol sedikitnya setahun sekali ke dokter pribadi
* Mendiskusikan resiko penularan dengan pasangan mereka dan mendiskusikan pentingnya konseling dan pemeriksaan

2. Persalinan

Walaupun persalinan secara seksio sesarea/sesar sudah dianjurkan untuk menurunkan transmisi HBV dari ibu ke anak, akan tetapi jenis persalinan ini tidak berarti dapat menghentikan transmisi HBV. Tetapi seksio sesarea sangat disarankan oleh Centers for Disease Control (CDC) dan American College of Obstetricians and Ginyecologists (ACOG).

3. Bayi baru lahir

Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi (termasuk carrier) harus di terapi dengan kombinasi dari antibodi pasif (immunoglobulin) dan aktif imunisasi dengan vaksin hepatitis B.

4. Menyusui

Dengan imunoprofilaksis hepatitis yang sesuai, menyusui tidak memperlihatkan resiko tambahan untuk penularan dari carrier virus hepatitis B. Jadi, para ibu yang menderita hepatitis B dapat menyusui tanpa takut menularkan ke sang buah hatinya.

Hepatitis C

Virus hepatitis C (HCV) dulu dikenal dengan hepatitis non-A non-B yang ditularkan melalui darah (obat suntik, tranfusi darah, pada saat persalinan). Penularan seksual HCV kelihatannya tidak begitu besar seperti virus hepatitis B. Penularan antara pasangan seksual dengan infeksi kronik HCV tanpa faktor resiko lainnya kira-kira hanya sebesar 5%.

Seseorang yang terinfeksi akut mempunyai gejala berupa kehilangan nafsu makan, mual, muntah, demam, nyeri perut dan ikterus. 60-70% pasien dengan infeksi HCV akut bersifat asimptomatik/tidak menunjukkan gejala.

Angka transmisi vertikal (dari ibu ke janin) dilaporkan berkisar 0 – 36%, dengan rata-rata 5-6 %. Resiko penularan pada mereka dengan infeksi HIV sampai 44%. Banyak pasien menjadi penderita kronik, yaitu sebesar 70-90% kasus. Dari kasus tersebut 15-20% akhirnya berkembang menjadi sirosis hepatis dan 1-5% menjadi karsinoma hepatoseluler/tumor hati, dimana terdapat 40% kematian akibat penyakit hati kronik tersebut.

HCV bukan berupa agen teratogenik. Anak yang terinfeksi kemungkinan besar akan menjadi kronis. Akan tetapi, harus diingat bahwa semua bayi baru lahir akan mempunyai antibodi dari maternal.

Pada satu penelitian, sama halnya dengan hepatitis B, hepatitis C akut (non-A non-B) tidak mempengaruhi insidens/kejadian malformasi kongenital(lahir cacat), lahir mati, abortus, atau malnutrisi intrauterin. Bagaimanapun, hepatitis akut meningkatkan insidens prematuritas. Kehamilan itu sendiri tidak dipengaruhi oleh efek buruk HCV kronis.

Penanganan:

1. Prakonsepsi/sebelum mengandung

Idealnya penanganan prenatal/sebelum melahirkan harus dimulai pada konsultasi prekonsepsi dengan dokter (diskusi tentang riwayat medik sekarang : diagnosa, perjalanan penyakit, adanya komplikasi; riwayat medis dahulu : kondisi hati; riwayat obstetrik/persalinan dahulu : transfusi, perdarahan; riwayat obat : resep obat yang hepatoksik (racun bagi hati), terapi interferon dan ribavirin (ribavirin bersifat teratogenik; sehingga seorang ibu tidak boleh hamil selama dilakukan pengobatan), obat bebas seperti asetaminofen, penyalahgunaan obat di mana pernah menggunakan suntikan obat; riwayat alkohol; tes fungsi hati; pemberian imunisasi dan kekebalan; riwayat asal penyakit, implikasi pada kehamilan, konsekuensi pada janin, resiko penularan vertikal, pemeriksaan fisik dan terapinya). Terapi kombinasi harus lengkap diberikan untuk sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum hamil.

2. Prenatal/sebelum melahirkan

Wanita yang positif HCVnya harus berkonsultasi dengan dokternya segera selama masa kehamilan untuk penanganan prenatal yang luas. Pemeriksaan awal yang meliputi kesehatan fisik umum dan fungsi hati akan menentukan pendekatan dari tim multidisiplin. Awal kehamilan juga merupakan waktu terbaik untuk mengetahui perkembangan lanjut melalui:

* Pemeriksaan umum dan pemeriksaan lanjut untuk mencari faktor risiko pada kunjungan awal dan berkala. Jumlah kunjungan harus ditentukan berdasarkan kondisi umum dan obstetrik pasien. Pasien tidak boleh mengkonsumsi alkohol. Lebih baik tidak menggunakan obat yang berpotensial hepatotoksik atau memerlukan metabolisme hati selama hamil.
* Pemeriksaan fungsi hati yaitu pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar aminotransferase, albumin, bilirubin, Anti HBs, Anti HA total atau IgG, HCV RNA kualitatif.
* Monitor kehamilan melalui fungsi hati termasuk transaminase diperiksa setiap trimester.
* Diagnosis melalui USG : indikasi/keperluan pemeriksaan melalui USG tidak berbeda dengan pemeriksaan pada wanita hamil umumnya.
* Sebisa mungkin untuk tidak melakukan tindakan yang invasif, seperti amniosentesis/pengambilan air ketuban, biopsi korionik vili untuk menghindari risiko penularan melalui darah.

3. Intrapartum/ketika melahirkan

* Cara melahirkan : berdasarkan penelitian retrospektif didapatkan bahwa angka penularan yang rendah dengan seksio sesarea, tapi wanita dengan HCV diperkenankan untu melahirkan spontan, kecuali terdapat masalah obstektrik dan tidak perlu mengisolasi ibu dan anak.
* Infeksi HCV bukan merupakan indikasi untuk induksi persalinan.

4. Postpartum/sesudah melahirkan

* Menjaga kebersihan dari bahan yang berpotensi menginfeksi
* HCV RNA dan antibodi anti HCV memang terdapat pada kolostrum dan susu ibu. Namun tidak terdapat kasus penularan melalui menyusui, jadi menyusui bukan kontraindikasi, sehingga menyusui bisa dilakukan
* Kontrasepsi.

5. Penanganan Bayi Baru Lahir

* Bayi dapat dirawat sesuai penanganan RS umumnya. Ibu tidak perlu penanganan khusus seperti menggunakan sarung tangan, masker, dan sterilisasi ektra.
* Semua bayi dari ibu dengan HCV pasti positif untuk anti HCV waktu lahir. Bayi yang tidak terinfeksi biasanya hilang antibodinya sewaktu umur 12-15 bulan. Makin tinggi kadar ibu, makin lama menghilang.
* Sebagai tambahan imunisasi rutin, imunisasi hepatitis harus diberikan pada masa postnatal/setelah melahirkan.


Hepatitis D

Virus hepatitis D (HDV) dapat diisolasi dari inti hepatitis B. Infeksi virus hepatitis D terjadi saat infeksi hepatitis B, oleh karena virus hepatitis D tidak mampu menciptakan kapsul permukaannya dan menggunakan kelebihan HBsAg untuk membentuk kaspulnya.

Gejala biasanya timbul mendadak, dengan tanda dan gejala yang mirip dengan hepatitis B (gejalanya dapat parah dan selalu dikaitkan bersamaan dengan infeksi virus hepatitis B). Hepatitis D mungkin dapat sembuh dengan sendirinya atau dapat berkembang menjadi hepatitis kronis. Penderita anak-anak mungkin menunjukkan gejala klinis yang berat dan selalu berlanjut menjadi hepatitis kronis aktif.

Diperkirakan cara penularannya mempunyai kesamaan dengan HBV, yaitu oleh karena terpapar dengan darah yang terinfeksi dan cairan tubuh, jarum yang terkontaminasi, dan penularan melalui hubungan seksual.

Pencegahan:

Upaya pencegahannya sama dengan untuk hepatitis B. Bagi orang-orang dengan HBV kronis, maka upaya pencegahan yang paling efektif adalah hanya dengan menjauhkan diri dari sumber potensial HDV. Vaksin hepatitis B tidak dapat melindungi seseorang dengan HBV kronis untuk terkena infeksi HDV. Penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan dengan cara mengurangi pemajanan seksual dan penggunaan jarum suntik menurunkan insisden infeksi HDV.

Hepatitis E

Virus hepatitis E (HEV) ditularkan melalui jalur oral-fekal (makanan dan minuman yang terkontaminasi) dengan air minum yang tercemar tinja merupakan media penularan yang paling sering terjadi. Dari berbagai penelitian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa hepatitis E kemungkinan merupakan infeksi zoonotic/berasal dari binatang yang secara kebetulan menyebar dengan manusia secara cepat.

HEV endemik dibeberapa bagian negara berkembang yang sanitasinya kurang baik dan bersifat self-limited (dapat sembuh sendiri). Gejala klinis penyakit ini mirip dengan hepatitis A, tidak ditemukan bentuk kronis. Infeksi akut umumnya lebih ringan dari infeksi akut HBV dan ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferase. Wanita hamil yang terinfeksi akut khususnya pada trimester ketiga mempunyai resiko 15% gagal hati fulminan dan angka kematian5 %. Terapi untuk pasien yang terinfeksi HEV hanya bersifat suportif.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran epidemiologis, dan menyingkirkan faktor penyebab yang lain dari hepatitis. Pemeriksaan serologis sedang dikembangkan saat ini untuk mendeteksi antibodi HEV, tetapi belum tersedia secara komersial. Meskipun demikian, beberapa jenis tes diagnostik tersedia di berbagai laboratorium riset antara lain : enzyme immunoassay dan Western blot assay, tes PCR, dan immunofluorescent antibody blocking assay.

Pencegahan:

Pembuangan tinja secara saniter/menurut tempatnya dan mencuci tangan dengan benar setelah buang air besar dan sebelum menjamah makanan

Penanganan:

Tidak ada produk vaksin yang tersedia untuk mencegah hepatitis E. Pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan prototipe vaksin pada binatang, vaksin tersebut dapat merangsang pembentukan antibodi yang melemahkan infeksi HEV tetapi tidak dapat mencegah ekskresi virus dalam tinja.

Hepatitis G

Virus hepatitis G (HGV) lebih sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi hepatitis B atau C atau dengan riwayat penyalahgunaan obat intravena. Tidak terdapat status carrier kronik. Penularannya dapat secara vertikal. Infeksi gabungan HGV terdapat pada 5 % dengan infeksi HBV kronik dan 10 % dengan infeksi HCV kronik. Bagaimanapun juga, apakah HGV benar patogen pada manusia belum jelas.

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa hepatitis merupakan penyebab ikterus/kuning yang paling sering terjadi dalam kehamilan. Akan tetapi, kehamilan itu sendiri tidak mempengaruhi perjalanan penyakit hepatitis dan kehamilan tidak akan mempercepat proses penyakit ataupun menyebabkan penyakit menjadi lebih parah. Meskipun demikian, para ibu hamil tetap harus waspada dan melakukan pencegahan sedini mungkin. Sedangkan untuk terapinya, hepatitis yang self-limited (A & E) cukup dengan terapi simptomatis sehingga para ibu tidak perlu terlalu khawatir yang nantinya malah akan mengganggu mental/psikis para ibu yang akan berefek buruk pada sang buah hatinya. Sedangkan hepatitis B, C, D, ibu dan bayi harus diberikan terapi dengan kombinasi dari antibodi pasif (immunoglobulin) dan aktif imunisasi.

Akan lebih baik lagi apabila para calon ibu yang hendak hamil melakukan skrining untuk hepatitis terlebih dahulu terutama hepatitis B dan C sehingga dapat dideteksi lebih dini, namun sayangnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia hal tersebut belum bisa diterapkan mengingat biaya yang mahal dan fasilitas yang memadai belum merata diseluruh daerah.

HEPATITIS PADA KEHAMILAN

HEPATITIS DALAM KEHAMILAN

SARAH FLOWER'S


A. MACAM-MACAM PENYAKIT HEPATITIS PADA KEHAMILAN

PENYAKIT MENULAR ( HEPATITIS )

Terdapat 4 macam hepatitis yaitu :
- Hepatitis A
- Hepatitis B
- Hepatitis Non A-Non B
- Hepatitis Delta

Gejala yang timbul hampir sama, hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan laboratorium.
Penyakit Hepatitis menyerang berbagai umur, dan kalangan. Hepatitis sering pula dijumpai pada weanita hamil, terutama dalam TM II, penyakitnya biasanya dikenal lebih parah danm dapat mengakibatkan nekrosis hati yang luas dengan kematian maternal dan fetal yang tinggi.Berdasarkan penemuan HBAg ini dapat diketahui adanya transmisi hepatitis kejanin pada seorang ibu hamil dengan HBAg ( + ). Penularan perinatal inimmenyangkut kehidupan janin atau bayi tersebut selanjutnya, dimana dapat terjadi keadaan yang berat seperti sirosis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler yang saat ini dapat dicegah dengan imunisasi. Penularan kepada anak yang terjadi saat lahir dan setelah lahir adalah melalui pencernaan yang menelan darah dari permukaan jalan lahir , asi, kontak langsung dengan sekret dari ibu, melalui alat monitor pada persalinan maupun alat suntik yang terkontaminasi. Mengingat bahwa virus Hepatitis terdapat dalam asi ( khusus bagi wanita penderita Hepatitis ) sebaiknya menyusui hanya diperbolehkan bila telah dilakukan imunisasi. Dalam hal ini perlu diingat bahwa menghindari asi bukan berarti bayi terlepas dari kemungkinan tertular hepatitis, karena cara penularan lainnya masih mungkin bisa terjadi.

 Gejala umum yang dapat dikenal :
- badan terasa panas
- mual kadang muntah
- kencing berwarna seperti teh tua
- seluruh kulit menjadi kuning
 Cara penularan penyakit hepatitis :
- melalui kontak pribadi ( berhubungan badan )
- melalui makanan atau minuman
- melalui suntikan atau transfusi darah
 Cara pencegahan untuk penyakit hepatitis :
Untuk mencegah penularan penyakit hepatitis B perlu dilakukan vaksinasi dengan vaksin hepatitis B.Agar tubuh menjadi kebal, diperlukan vaksinasi dasar sebanyak 3 kali suntikan vaksin hepatitis B . Mengenai jarak waktu vaksinasi dasar, ada vaksin yanng perlu tiap bulan sekali, ada pula yang diberi dua suntikan pertama dengan jangka waktu sebulan, sedangkan suntikan ktiga baru diberi 5 bulan kemudian.Untuk vaksinasipenguat, ada vaksin yang perlu diberi setahun kemudian satu kali, lalu 4 tahun kemudian diberi sekali lagi. Selanjutnya tiap 5 tahun sekali.Ada pla jenis vaksin yang diberikan langsung stiap 5 tahun sekali. Vaksinasi hepatitis B sebaiknya dil;akukan sendini mungkin. Anak yang lahir dari ibu yang mengudap penyakit hepatitis B segera setelah lahir diberi vaksinasi hepatitis B. Sebelum mendapat vaksinasi tidak perlu diberikan darah. Apakah anak telah kebal ataukah belum terhadap hepatitis B. Seandainya diberikan vaksinasi kepada anak yang telah kebal, maka vaksin hepatitis yang diterima itu akan memperkuat kekebalan pada tubuh anak.
 Jenis vaksin Hepatitis B antara lain :
Hepac cine –B, B – hepavac II, Engerix – B, Imunisasi
 Pengobatan penderrita harus dirawat , istirahat – baring, dan diet tinggi protein, diet rendah lemak, Infus cairan untuk keperluan HB Ig. kalori dan elektrolit terhadap inveksi hepatitis B : Pengobatan terhadap hepatitis tidak ada yang spesifik, harus diberikan apabila penderita mual dan muntah- muntah.

Apa itu hepatitis
Sebelum membahas dampak hepatitis virus terhadap kehamilan, akan diulas terlebih dahulu secara singkat apa itu hepatitis serta apa saja yang dapat terjadi ketika seorang mengidap hepatitis. Hepatitis merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan pada sel-sel hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
Hepatitis virus terjadi bila virus hepatitis masuk ke dalam tubuh dan kemudian merusak sel-sel hati. Cara masuknya virus hepatitis ke dalam tubuh bisa bermacam-macam, namun yang paling sering adalah melalui makanan dan minuman (hepatitis virus A dan E), atau melalui cairan tubuh misalnya melalui transfusi darah, suntikan, atau hubungan seksual (hepatitis virus B, C, dan D).
Ketika virus hepatitis masuk ke dalam tubuh maka akan timbul berbagai gejala, mulai dari yang ringan (bahkan tanpa gejala) sampai yang berat. Gejala yang dapat muncul akibat infeksi virus hepatitis diantaranya demam, nyeri otot, gejala-gejala mirip flu (flu-like syndrome), mual atau muntah, serta nyeri perut, yang kemudian akan diikuti mata atau kulit berwarna kuning, serta buang air kecil akan berwarna kecoklatan. Pada sebagian besar pasien, gejala-gejala tersebut akan membaik dengan sendirinya dan akan hilang sama sekali setelah 4-6 minggu, sementara sebagian kecil pasien keluhan-keluhan itu akan semakin memberat sehingga memerlukan perawatan yang khusus. Kondisi sakit seperti yang disebutkan di atas disebut sebagai hepatitis virus akut.
Bila infeksi hepatitis virus akut itu disebabkan oleh virus hepatitis A dan E, maka umumnya pasien akan sembuh total dan penyakitnya tidak berlanjut menjadi kronik. Hepatitis virus kronik dapat terjadi pada sebagian pasien yang mengalami infeksi hepatitis virus akut B, C, atau D. Seseorang dikatakan menderita hepatitis kronik bila virus hepatitis atau komponen-komponennya masih ada di dalam tubuh, dan secara perlahan tetap akan merusak sel-sel hati dan berpotensi untuk menularkan ke orang lain, walaupun gejala-gejala sudah menghilang dan secara fisik pasien sudah segar-bugar. Hepatitis kronik perlu mendapat perhatian khusus, karena penyakitnya bisa berlanjut menjadi sirosis hati (hati mengecil akibat sel-sel hati banyak yang digantikan jaringan parut) dan bahkan bisa menjadi kanker hati. Diperkirakan bahwa sekitar 10 hingga 30% dari pengidap hepatitis B dan C akan berkembang menjadi sirosis dan kanker hati. Baik sirosis atau kanker hati merupakan suatu kondisi akhir dari suatu penyakit hati kronik, dengan berbagai gejala dan komplikasi yang berat dan mengancam nyawa (seperti perdarahan saluran cerna, gagal hati, penurunan kesadaran, gangguan mekanisme pembekuan darah, infeksi di rongga perut yang penuh terisi cairan, sampai pada kematian).

Jenis Virus Hepatitis

Virus hepatitis A
Virus hepatitis A terutama menyebar melalui tinja. Penyebaran ini terjadi akibat buruknya tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang penyebarannya terjadi melalui air dan makanan.
Virus hepatitis B
Penularannya tidak semudah virus hepatitis A. Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau produk darah. Penularan biasanya terjadi diantara para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara mitra seksual (baik heteroseksual maupun pria homoseksual).
Ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan. Hepatitis B bisa ditularkan oleh orang sehat yang membawa virus hepatitis B. Di daerah Timur Jauh dan Afrika, beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi hepatitis menahun, sirosis dan kanker hati.

Virus hepatitis C
Menyebabkan minimal 80% kasus hepatitis akibat transfusi darah. Virus hepatitis C ini paling sering ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan jarum bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui hubungan seksual. Untuk alasan yang masih belum jelas, penderita "penyakit hati alkoholik" seringkali menderita hepatitis C.

Virus hepatitis D
Hanya terjadi sebagai rekan-infeksi dari virus hepatitis B dan virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki resiko tinggi terhadap virus ini adalah pecandu obat.

Virus hepatitis E
Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A, yang hanya terjadi di negara-negara terbelakang.

Virus hepatitis G
Jenis baru dari virus hepatitis yang telah terdeteksi baru-baru ini.

Virus-virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis :
• Virus Mumps
• Virus Rubella
• Virus Cytomegalovirus
• Virus Epstein-Barr
• Virus Herpes

Saat ini telah tersedia vaksin untuk melawan hepatitis A dan B. Namun, sebaliknya untuk hepatitis C belum ada vaksin untuk mencegahnya sehingga dianjurkan bagi diri kita masing-masing untuk berhati-hati sehingga tidak tertular penyakit tersebut dan berusaha untuk menghindari kontak dengan cairan tubuh orang lain. Selain dengan pemberian vaksin ternyata ada beberapa langkah hidup sehat yang wajib dipraktekan agar kita terhindar dari infeksi virus hepatitis, diantaranya adalah:
- Hindari seks bebas
- Hindari penggunaan narkotika ataupun obat-obatan yang sering disuntikkan ke dalam tubuh
- Cuci tangan sebelum makan dan setelah menggunakan kamar mandi
-Hindari mengkonsumsi ikan yang masih mentah dan kemungkinan telah terkontaminasi dengan air kotor
Hepatitis merupakan penyakit yang serius, tetapi jika kita dapat membudidayakan hidup sehat dan senantiasa menjaga kebersihan maka dipastikan bahwa kita akan terhindar dari penyakit tersebut. (FETRI)


Bagaimana bila hepatitis terjadi pada saat hamil
Sama seperti pada orang pada umumnya, seorang ibu yang hamil dapat berisiko mengalami hepatitis virus dan seseorang yang sudah mengalami hepatitis kronik dapat hamil. Semua jenis virus hepatitis dapat menginfeksi ibu hamil, dan dapat menimbulkan gejala hepatitis virus akut. Gejala dan tanda infeksi hepatitis virus akut yang terjadi pada kehamilan umumnya tidak banyak berbeda dengan mereka yang tidak hamil. Yang perlu dilakukan adalah memeriksakan diri ke dokter bila muncul gejala-gejala yang sudah disebutkan di atas tadi untuk memastikan apakah ini suatu hepatitis virus atau bukan, menentukan jenis virus apa yang menginfeksi, serta menentukan derajat kerusahan sel hati yang terjadi. Biasanya dokter akan menganjurkan perawatan di rumah sakit untuk memantau perkembangan penyakitnya, serta memastikan bahwa pasien cukup istirahat dan mendapat asupan makanan yang baik. Umumnya ibu hamil yang mengalami hepatitis virus akut akan sembuh dalam 4 sampai 6 minggu.
Menentukan jenis virus hepatitis apa yang menginfeksi merupakan hal penting, sebab seperti yang telah disebutkan di atas, bila virus hepatitis B dan C yang menginfeksi maka perlu dilakukan langkah-langkah lebih lanjut untuk mengantisipasi perkembangan penyakit lebih lanjut serta mencegah penularan penyakit ke janin atau bayi. Bila ibu hamil terinfeksi hepatitis virus B atau C, maka dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan lanjutan untuk menentukan apakah hepatitis virusnya dalam kondisi aktif dan menularkan ke orang lain atau tidak, termasuk ke janinnya.


HEPATITIS PADA KEHAMILAN
Filed under: Antenatal Care — creasoft @ 6:59 pm
Tags: hepatitis, kehamilan, Persalinan, prematur
1 Votes
Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepa-titis virus adalah sama dengan wanita tidak hamil pada umuryang sama.Kelainan hepar yang mempunyai hubungan langsung denganperistiwa kehamilan, ialah :Acute fatty liver of pregnancy (Obstetric acute yellow-atrophy).Recurrent intra-hepatic cholestasis of pregnancy. (2)Infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berhubunganlangsung dengan peristiwa kehamilan, namun tetap memerlu-kan penanganan khusus, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul baik untuk ibu maupun janin.
Hepar dalam Kehamilan
Pada kehamilan, hepar ternyata tidak mengalami pembesar-an.Hal ini bertentangan dengan penelitian pada binatang yangmenunjukkan bahwa hepar membesar pada waktu kehamilan. Bila kehamilan sudah mencapai trimester ke III, sukar untukmelakukan palpasi pada hepar, karena hepar tertutup olehpembesaran rahim. Oleh karena itu bila pada kehamilan tri-mester ke III hepar dapat dengan mudah diraba, berarti sudah terdapat kelainan-kelainan yang sangat bermakna. Perubahan-perubahan mikroskopik pada hepar akibat keha-milan adalah tidak khas.Pengaliran darah ke dalam hepar tidak mengalami perubahan,meskipun terjadi perubahan yang sangat menyolok pada sistem kardio vaskuler. (2)Wanita hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip adanyapenyakit-penyakit hepar, misalnya : spider naevi dan palmarerythema, yang wajar pada kehamilan, akibat meningkatnyakadar estrogen. Semua protein serum yang disintese dalam hepar akan mengalami perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah protein serummenurun sekitar 20% pada trimester II, akibat penurunan kadar albumin secara menyolok, sedang fibrinogen justru mengalami kenaikan.
Penyebab
Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan



Hepatitis infeksiosa
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil penyebab hepatitis infeksiosa terutama oleh Virus hepatitis B, walupun kemungkinan juga dapat Virus hepatitis A atau hepatitis C. Hepatitis virus dapat terjadi pada setiap saat kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun Ibu. Pada trimester pertama dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan kongenital (anomali pada janin), sedangkan pada kehamilan trimester kedua dan ketiga, sering terjadi persalinan prematur. Tidak dianjurkan untuk melakukan terminasi pada kehamilan, dengan induksi atau seksio sesarea, karena akan mempertinggi resiko pada Ibu. Pada hepatitis B, janin kemungkinan dapat penularan melalui plasenta, waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih kontroversi tentang penularan melalui air susu.
Penyakit hati karena obat
Obat-obat tertentu dapat menimbulkan gangguan faal hati, bahkan dapat menyebabkan kerusakan fatal seperti fenotiazin, tetrasikin, klorpromazin, koloform, arsenamin, fosfor, karbon tetraklorida, isoniazid, asetaminofen. Fenotiazin dan klorpromazin yang digunakan untuk mengurangi rasa mual, muntah-muntah dalam kehamilan dapat menyebabkan ikterus, bila diberikan terlalu lama atau dalam dosis yang besar. Tetrasiklin yang merupakan obat yang dilarang digunakan dalam kehamilan karena dapat menyebabkan kelainan kongenital (teratogenik) pada janin, juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati. Begitu pula obat-obat isoniasid, yang selalu diikutkan sebagai obat untuk penyakit TBC, dapat menimbulkan kelainan hati, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan faal hati setelah pengobatan beberapa bulan.
Ruptura hepatitis
Ruptura hepatis, baik yang traumatik maupun yang spontan, dapat terjadi dalam kehamilan, biasanya yang robek lobus kanan. Mortalis sangat tinggi, kemungkinan 75% penderita meninggal. Hampir semua penderita yang mengalami ruptura hepatis pernah menderita pre-eklampsia atau eklamsia. Gambaran klinik mencakup nyeri epigastrium, abdomen akut, pekak sisi, pekak beranjak (shifting dullness)dan syok. Penderita dapat diselamatkan apabila ruptura hepatis lekas diketahui dan segera dioperasi.
Sirosis hepatitis
Kehamilan agaknya tidak mempengaruhi jalannya sirosis hepatis. Sebaliknya, sirosis dapat mempunyai pengaruh tidak baik terhadap kehamilan, tergantung dari beratnya penyakit.Penderita dengan fungsi hepar yang masih baik dan menjadi hamil, dapat melahirkan biasa tanpa penyakitnya menjadi lebih buruk akibat kehamilannya, asal ia mendapat pengobatan dan perawatan yang baik. Akan tetapi, apabila fungsi hepar sudah terganggu atau ada varises esofagus karena sirosis, sebaiknya penderita tidak hamil. Terutama dalam trimester III dapat terjadi krisis gawat hati (liver failure) dan perdarahan dari varises esofagus. Apabila penderita demikian hamil juga, maka abortus buatan dapat dipertimbangkan, walaupun pada umumnya sirosis saja tidak merupakan indikasi bagi pengakhiran kehamilan.


Pengaruh Hepatitis Virus Pada Kehamilandan Janin
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala-gejala nya akan sama dengan gejalahepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya me-nunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitasIbu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidakhamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropikdisertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menye-babkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosisTampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung darikeadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula me-ningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus,telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus. Diketahuibahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitasfibrinolitik, sehingga pada kehamilan mudah terjadi DIC(Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitianini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkanberatnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitisvirus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada ja-nin, baik in utero maupun segera setelah lahir. Penularan virusini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
- Melewati placenta
- Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
- Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
- Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembusplacenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitisvirus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatubentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secarahematogen.Angka kejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke janinatau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggididapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilantrimester III. Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus padawaktu hamil, tidak memberi gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut.Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yanghanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.
Dilaporkan,bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengangejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami virusB antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum jelas pengaruhnya terhadapkelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa kelahiranprematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitisvirus B. Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada janin. Kem icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice. (3).Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktupersalinan maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitisvirus pada Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan kongenitalpada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini tidakmemberikan kekebalan pada janin dengan kehamilan berikutnya.]
Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat.Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingatpada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung denganpenderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin ternyatatidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukanpemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bu-lan dan enam bulan kemudian.

Hepatitis dalam Kehamilan I
Hepatitis dan penyakit hati lain yang terjadi selama kehamilan harus menjadi perhatian karena dapat menimbukan masalah kesehatan serius, baik bagi ibu maupun bayi. Secara umum, penyakit hati dalam kehamilan dapat terjadi dalam 3 bentuk berikut:
1. Penyakit hati yang dicetuskan oleh kehamilan, seperti perlemakan hati akut, hiperemesis gravidarum (muntah yang berlebihan pada kehamilan muda), dan sindrom HELLP;
2. Penyakit hati yang terjadi selama kehamilan dan tidak berhubungan dengan kehamilannya, seperti hepatitis virus akut, infeksi dan batu di kandung empedu;
3. Kehamilan yang terjadi pada orang yang telah mengalami penyakit hati kronik (yang sudah lama) sebelumnya, seperti hepatitis kronik.

Pada tulisan ini, akan dibahas hepatitis virus –sebagai salah satu penyakit hati yang paling sering terjadi– pada kehamilan. Hepatitis virus pada kehamilan dapat menimbulkan dampak kesehatan yang besar baik bagi ibu maupun janin yang

HEPATITIS PADA KEHAMILAN

Hepatitis Pada Kehamilan

SARAH FLOWER'S

PENDAHULUAN

Penyakit hati biasanya jarang terjadi pada wanita hamil, namun apabila timbul ikterus pada kehamilan, maka penyebabnya paling sering adalah hepatitis virus.

Adapun ikterus pada kehamilan sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa keadaan2,3 :

A. Ikterus yang terjadi oleh karena kehamilan.

1. Perlemakan hati akut.
2. Toksemia.
3. Kolestatis Intrahepatik.

B. Ikterus yang terjadi bersama dengan suatu kehamilan.

1. Hepatitis Virus
2. Batu Empedu
3. Penggunaan obat-obatan hepatotoksik
4. Sirosis hati

Ikterus dapat timbul pada satu dari 1500 kehamilan, 41% di antaranya adalah hepatitis virus, 21% oleh karena kolestasis intrahepatik, dan kurang dari 6% oleh obstruksi saluran empedu di luar hati.3



FAAL HATI PADA KEHAMILAN NORMAL

Pada kehamilan normal, tes faal hati seperti bilirubin dan transaminase serum biasanya tidak menunjukkan kelainan.1 2 3 4 Ekskresi BSP biasanya normal, dapat sedikit terganggu pada trimester ke tiga.3 Peningkatan fosfatase alkali dalam serum dapat terjadi pada bulan ke sembilan kehamilan;3 peningkatan ini disebabkan oleh produksi dari sinsisiotrofoblas dari plasenta.1



Kolesterol serum total meningkat sejak bulan ke empat, biasanya mencapai puncaknya sekitar 250 mg% pada bulan ke delapan, dan jarang melebihi 400 mg%. Albumin serum menurun sampai maksimal 1 g% dari keadaan sebelum hamil pada trimester ke tiga, yang biasanya berhubungan dengan status nutrisi orang hamil tersebut. Globulin meningkat, demikian pula fibrinogen. Dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum penderita, tampak globulin alfa-2 dan beta meningkat, sedangkan globulin gama sedikit menurun.1 4



Adanya spider nevi dan eritema palmaris bukan disebabkan oleh gangguan faal hati, melainkan oleh karena estrogen yang meningkat pada kehamilan;3 tanda-tanda ini dapat terjadi pada 2/3 wanita hamil yang berkulit putih, dan sedikit pada kulit berwama. 4



Pemeriksaan biopsi hati tidak menunjukkan kelainan, meskipun kadang-kadang tampak infiltrasi limfosit yang ringan pada daerah portal, dan pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat peningkatan retikulum endoplasmik.3



Aliran darah ke hati juga tidak mengalami perubahan yang berarti.3 4


HEPATITIS VIRUS PADA KEHAMILAN

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus adalah sama dengan wanita tidak hamil pada usia yang sama. Sarjana lain mengatakan bahwa di negara sedang berkembang, wanita hamil lebih mudah terkena hepatitis virus, hal ini erat hubungannya dengan keadaan nutrisi dan higiene sanitasi yang kurang baik.5 6 7 8



Hepatitis virus dapat timbul pada ketiga trimester kehamilan dengan angka kejadian yang sama;8 9 tetapi Siegler dan Keyser mendapatkan angka 9.5% hepatitis virus terjadi pada trimester I, 32% terjadi pada trimester II, dan 58,5% terjadi pada trimester III.8


Gambaran klinik, laboratorium, dan histopatologi adalah sama dengan penyakit hepatitis virus pada orang tidak hamil.3

Gambaran Klinik
Penyakit ini biasanya memberikan keluhan mual, muntah, anoreksia, demam ringan, mata kuning. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai ikterus dan hepatomegali, sedangkan splenomegali hanya ditemukan pada 20–25% penderita. 3 4

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan gambaran kerusakan parenkim hati. Bilirubin serum meningkat, demikian pula, transaminase serum.

Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi menunjukkan nekrosis sel hati sentrilobuler, infiltrasi sel radang di segitiga portal, sedangkan kerangka retikulin masih baik.1

Diagnosis
Diagnosis hepatitis virus pada kehamilan ditegakkan atas dasar gambaran klinik dan laboratorik yang cukup khas, serta pemeriksaan petanda serologik dari virus hepatitis.


Dalam membuat diagnosis,perlu dibedakan dengan penyakit lain seperti batu saluran empedu, mononukleosis infeksiosa, leptospirosis, dan penyakit ikterus obstruktif lainnya.1 4 Adanya ikterus yang berat, bilirubin dan transaminase serum yang sangat tinggi, leukositosis, suhu tubuh meningkat, kesadaran yang menurun sampai koma, defisiensi faktor pembekuan darah, serta tanda-tanda perdarahan, menggambarkan adanya nekrosis sel parenkim hati yang luas, dan menunjukkan adanya suatu hepatitis virus tipe fulminan.10

Pengelolaan
Pengelolaan secara konservatif adalah terapi pilihan untuk penderita hepatitis virus pada kehamilan.1 2 8 11 12



Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala ikterus hilang dan bilirubin serum menjadi normal, makanan yang diberikan menzandung kaya kalori dan protein. Obatobat hepatotoksik harus dihindari, termasuk alkohol dan obatobat yang diekskresi dan dikonjungasi di hati. Obat-obat yang hepatotoksik antara lain adalah klorpromasin, derivat fenotiasin, eritromisin estolat, PAS, halotan, klorpropamid, thiourasil, dan nitrofurantoin.1

Bila diduga akan terjadi perdarahan pasca persalinan karena defisiensi faktor pembekuan darah, perlil diberikan vitamin K dan transfusi plasma. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diperhatikan. 1 3 4 8 11 12

Apabila terdapat tanpa-tanda menjurus ke arah hepatitis fulminan, diit penderita harus diganti dengan rendah atau tanpa protein; tindakan sterilisasi usus perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya amoniak yang berlebihan.10 Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa pemakaian kortikosteroid pada hepatitis fulminan tidak bermanfaat sama sekali.12

Hepatitis virus pada kehamilan bukan merupakan indikasi untuk tindakan terminasi kehamilan, dan tindakan anestesi serta pembedahan akan menambah morbiditas dan mortalitas penderita.1 3 4 9 11

Prognosis

Prognosis tergantung pada status nutrisi penderita.4 Untuk hepatitis fulminan prognosis biasanya jelek, angka kematian mencapai lebih dari 85%.1 3 6



PENGARUH HEPATITIS B PADA KEHAMILAN

Pengaruh hepatitis virus pada ibu hamil adalah meningkatkan angka kejadian abortus, partus prematums, dan perdarahan. Risiko bagi janin dalam kandungan adalah prematurus, kematian janin dan penularan hepatitis virus. Kelainan kongenital pada janin belum pernah dilaporkan.1 Transmisi virus hepatitis dari ibu ke anak dapat terjadi transplasental, melalui kontak dengan darah atau tinja ibu waktu persalinan, kontak yang intim antara ibu dan anak setelah persalinan, atau melalui air susu ibu.13

Beberapa teori lain yang menjelaskan mekanisme penularan virus perinatal adalah11:

1. Adanya kebocoran plasenta yang menyebabkan tercampurnya darah ibu dengan darah fetus.
2. Tertelannya cairan amnion yang terinfeksi.
3. Adanya abrasi pada kulit selama persalinan yang menjadi tempat masuknya virus.
4. Tertelannya darah selama persalinan.
5. Penularan melalui selaput lendir.

Bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B akut maupun kronik, perlu diberi pengobatan imunoprofilaksis.3



IMUNOPROFILAKSIS HEPATITIS VIRUS B PADA ANAK BARU LAHIR
Terhadap bayi baru lahir dari ibu penderita hepatitis virus B, imunisasi pasif dengan menggunakan Immunoglobulin Hepatitis B (HBIG) diberikan untuk mendapatkan antibodi secepat nya guna memerangi virus hepatitis B yang masuk; selanjutnya disusul dengan imunisasi aktif dengan memakai vaksin.


HBIG diberikan selambat-lambatnya 24 jam pasca persalinan, kemudian vaksin Hepatitis B diberikan selambat-lambatnya 7 hari pasca persalinan. Dianjurkan HBIG dan vaksin Hepatitis B diberikan segera setelah persalinan (masing-masing pada sisi yang berlawanan) untuk mencapai efektivitas yang lebih tinggi.11
Dosis HBIG yang dianjurkan adalah 0,5 ml i.m. waktu lahir; sedangkan untuk vaksin dari MSD misalnya diberikan 10 ug (0,5 ml) i.m. bulan 0,1 dan 6 atau vaksin dari Pasteur 5 ug (1 ml) bukan 0, 1, 2 dan 12.1




KEPUSTAKAAN

1.

1. Barnes 0G. Dirsorders of the liver. In : Medical Disorders in Obstetric Practice. 4th ed. Blackwell Scientific Publication, Oxford, 1974; 157.
2. Krejs GJ, Haemmerli UP : Jaundice during pregnancy. In : Schiff L, Schiff ER (ads) : Diseases of the Liver. 5th ed. JB Lippincott Co, Philadelphia-Toronto. 1982; 1561.
3. Sherlock S. The Liver in Pregnancy. In : Diseases of the Liver and Biliary System. 6th ed. Blackwell Scientific Publication, Oxford. 1982; 400.
4. Iber FL : Jaundice in pregnancy : A review. Am J Obstet Gynecol 1965; 91 : 721.
5. Christine AB, Allam AA, Aref MK, El-Muntasser IH, El-Nageh M : Pregnancy hepatitis in Libya. Lancet 1975; 2 : 827.
6. D'Cruz IA, Balani SC, Iyer LS : Infectious hepatitis and pregnancy. Obstet Gynecol 1968; 31 : 449.
7. Peretz A, Paldi E, Brandstaedter S, Barzilai D : Infectious hepatitis in pregnancy. Obstet Gynecol 1959; 14 : 435.
8. Siegler AM, Keyser H. Acute Hepatitis in Pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1963; 86 : 1068.
9. Holden TE, Sherline DM. Hepatitis and hepatic failure in pregnancy. Obstet Gynecol 1972; 40 : 586.
10. Hans Tandra, Moh. Yogiantoro, Achmad Hassan, Widawati Soemarto, Hendra Rahardja. Hepatitis Virus tipe Fulminan pada kehamilan. Acta Media Indon 1988; XX : 3.
11. Achmad Hassan, Widawati Soemarto, Hendra Rahardja. Aspek klinik dan epidemiologik Hepatitis Virus B Akut. Majalah lima Penyakit Dalam 1987; 13 : 61.
12. Dienstag Jl. Isselbacher KJ. Therapy for acute and chronic hepatitis. Arch Intern Med 1981; 141 : 1419.

HEPATITIS PADA KEHAMILAN

HEPATITIS PADA KEHAMILAN

SARAH FLOWER'S


Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus adalah sama dengan wanita tidak hamil pada umuryang sama.Kelainan hepar yang mempunyai hubungan langsung denganperistiwa kehamilan, ialah :Acute fatty liver of pregnancy (Obstetric acute yellow-atrophy).Recurrent intra-hepatic cholestasis of pregnancy. (2)Infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berhubunganlangsung dengan peristiwa kehamilan, namun tetap memerlu-kan penanganan khusus, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul baik untuk ibu maupun janin.

Hepar dalam Kehamilan

Pada kehamilan, hepar ternyata tidak mengalami pembesar-an.Hal ini bertentangan dengan penelitian pada binatang yangmenunjukkan bahwa hepar membesar pada waktu kehamilan. Bila kehamilan sudah mencapai trimester ke III, sukar untukmelakukan palpasi pada hepar, karena hepar tertutup olehpembesaran rahim. Oleh karena itu bila pada kehamilan tri-mester ke III hepar dapat dengan mudah diraba, berarti sudah terdapat kelainan-kelainan yang sangat bermakna. Perubahan-perubahan mikroskopik pada hepar akibat keha-milan adalah tidak khas.Pengaliran darah ke dalam hepar tidak mengalami perubahan,meskipun terjadi perubahan yang sangat menyolok pada sistem kardio vaskuler. (2)Wanita hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip adanyapenyakit-penyakit hepar, misalnya : spider naevi dan palmarerythema, yang wajar pada kehamilan, akibat meningkatnyakadar estrogen. Semua protein serum yang disintese dalam hepar akan mengalami perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah protein serummenurun sekitar 20% pada trimester II, akibat penurunan kadar albumin secara menyolok, sedang fibrinogen justru mengalami kenaikan.

Pengaruh Hepatitis Virus Pada Kehamilandan Janin

Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala-gejala nya akan sama dengan gejalahepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.

Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya me-nunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitasIbu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidakhamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropikdisertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menye-babkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosisTampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.

Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung darikeadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula me-ningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus,telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus. Diketahuibahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitasfibrinolitik, sehingga pada kehamilan mudah terjadi DIC(Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitianini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkanberatnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitisvirus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada ja-nin, baik in utero maupun segera setelah lahir. Penularan virusini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :

- Melewati placenta

- Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan

- Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya

- Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.

Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembusplacenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitisvirus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatubentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secarahematogen.Angka kejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke janinatau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggididapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilantrimester III. Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus padawaktu hamil, tidak memberi gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut.Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yanghanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.

Dilaporkan,bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengangejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami virusB antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum jelas pengaruhnya terhadapkelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa kelahiranprematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitisvirus B. Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada janin. Kem icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice. (3).Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktupersalinan maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitisvirus pada Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan kongenitalpada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini tidakmemberikan kekebalan pada janin dengan kehamilan berikutnya.

Sabtu, 30 Juli 2011

AIR KETUBAN (Liquor Amnii)

AIR KETUBAN (Liquor Amnii)

SARAH FLOWER'S

Adalah ruangan yg dilapisi oleh selaput janin(amnion dan korion),berisi air ketuban(liquor amnii).

Ciri2 kimiawi:

Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira2 1000-1500cc.Air ketuban berwarna putih keruh,berbau amis,dan berasa manis.Reaksinya agak alkalis atau netral,dg berat jenis 1,008.Komposisinya terdiri atas 98% air,sisanya albumin,urea,asam urik,kreatinin,sel2 epitel,rambut lanugo,verniks kaseosa,dan garam an organik.Kadar protein kira2 2,6% g per liter,terutama albumin.

Dijumpai lesitin dan sfingomielin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah paru2 janin sudah matang,sebab peningkatan kadar lesitin merupakan tanda bahwa permukaan paru2(alveolus)diliputi oleh zat surfaktan.Ini merupakan syarat bagi paru2 untukbernafas dan berkembang.cara penilaianya adalah dengan jalan menghitung rasio L/S.Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau janin letak sungsang,maka akan kita jumpai warna air ketuban yang keruh kehijauan,karena telah bercaampur dg mekonium.

FAAL

* Untuk proteksi janin
* Mencegah perlekatan janin dg amnion
* Agar janin dapat bergerak dg bebas
* Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu
* Mungkin untuk menambah suplay cairan janin,dg cara ditelan atau diminum,yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.
* Meratakan tekanan intra-uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.
* Peredaran air ketuban dg darah ibu cukup lancar dan perputarannya cepat,kira2 350-500 cc.

ASAL AIR KETUBAN

* Kencing janin(fetal urine)
* Transudasi dari darah ibu
* Sekresi dari epitel amnion
* Asal campuran(mixed origin)

CARA MENGENALI AIR KETUBAN

* dengan lakmus
* makroskopis:-bau amis,adanya lanugo,rambut,dan verniks kaseosa

-bercampur mekoneum

* mikroskopis:_lanugo dan rambut
* laboratorium:kadar urea(ureum) rendah dibanding dg air kemih.

Asal Muasal Air Ketuban

Asal Muasal Air Ketuban

SARAH FLOWER'S

Cairan ketuban adalah salah satu bagian dari sistem pendukung kehidupan bayi. Cairan ketuban terbentuk sekitar 12 hari setelah pembuahan. Cairan ini bisa melindungi bayi dan membantu perkembangan otot, kaki, paru-paru dan sistem pencernaan bayi.
Cairan ketuban diproduksi oleh sel-sel trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni.
Sel trofoblas adalah sel telur sel yang terletak dibagian luar dan tidak berkembang menjadi janin. Pada saat terjadi pembuahan, sel telur yang telah dibuahi tersebut akan berkembang menjadi sekelompok sel (berjumlah ratusan) seperti bola. Sekelompok sel tersebut menjadi janin dan sisanya adalah yang disebut sel trofoblas. Sel trofoblas inilah kelak menjadi plasenta.
Menurut berbagai sumber, komposisi air ketuban adalah air sebanyak 98 persen, sedang 2 persen sisanya terdiri dari zat-zat oganik dan zat anorganik berupa lanugo (rambut halus yang menutupi tubuh janin), sel-sel epitel, vernix casesa (lapisan lemak yang menutupi kulit bayi baru lahir), dan protein.

Keajaiban Air Ketuban dalam Kandungan

Keajaiban Air Ketuban dalam Kandungan

SARAH FLOWER'S

Pernahkan anda berendam di air (baik hangat maupun air biasa) dalam waktu yang cukup lama? Misalnya 1 jam, apa yang terjadi? Kaki/kulit/badan terasa keriput (bahasa jawa: kisut), mengkerut, bahkan kita bisa menggigil kedinginan bila direndam di air biasa. Namun janin dalam kandungan bisa kuat berendam di dalam air ketuban selama 7-9 bulan dalam perut sang Ibu. Anehnya, tubuh mereka tidak mengkerut sama sekali! Tidak menderita penyakit paru-paru basah! Padahal kita kena angin malam saja, sedikit kehujanan sering jadi sakit batuk esoknya.

Yang segera muncul di benak saya adalah air ketuban ini pastilah merupakan media ajaib yang dibuat khusus oleh Tuhan untuk melindungi bayi tanpa merusaknya (selama kehamilan normal). Ya inilah salah satu kehebatan kuasa Tuhan, subhanallah. Allah telah mengingatkan kita akan hal ini dalam Al-Quran surah Fushshilat ayat 53:

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? “